Jumat, 25 Agustus 2017

Bagaimana institusi muncul dalam sistem perekonomian ?




DEFINISI
Institusi merupakan aturan buatan manusia yang digunakan untuk membatasi perilaku dan sikap sewenang-wenang dalam interaksi antarmanusia. è ada beberapa aturan yang mungkin merugikan kesejahteraan umum, kebebasan dan nilai-nilai kemanusiaan, serta sistem yang dapat menyebabkan penurunan social ekonomi.
èKelembagaan memfasilitasi agar hal yang kacau dapat dengan mudah dipahami dan menjadi sistematis àkepercayaan dan keyakinan akan mengurangi biaya koordinasi
Kelembagaan dari aturan dan seluruh sistem pemerintah yang dibentuk oleh pengalaman jangka panjang manusia.
ð  Kelembagaan internal à pengalaman sebagai manusia,misalnya moral, norma, tata karma, adat, budaya dan kebiasaan ( hukum alam).
ð   Kelembagaan eksternalàaturan yang dirancang dan ditetapkan oleh suatu yang memiliki kewenangan resmi serta sifatnya memaksa ( hukum yang berlaku/harus ditaati)
Contoh kelembagaan internal dan eksternal saling melengkapi à Undang-Undang mendukung moralitas masyarakat, adat, budaya dan tata karma. Pembedaan anatara kelembagaan internal dan eksternal bergantung pada asal-usul aturan tersebut.
èterori kelembagaan menjelaskan, menggambarkan munculnya dampak dan cara mengubah aturan-aturan agar dapat membantu/berkontribusi terhadap suatu kebijakan.
Ekonomi kelembagaan berkaitan dengan dua hubungan, yakni kehidupan ekonomi dan kelembagaan. Perhatiannya pada dampak kelembagaan pada perekonomian serta pengembangan kelembagaan dalam pengalaman perekonomian. Ekonomi kelembagaan juga sebagai analisis dampak aturan kordinatif serta penegakannya
èKebijakan publik adalah pencarian sistematika dengan politik, secara kolektif untuk tujuan tertentu, biasanya melibatkan pemerintah, perwakilan perusahaan/industry dan individu.

Historis Ekonomi Kelembagaan
Kelembagaan dan seluruh sistem aturan dibentuk oleh pengalaman jangka panjang manusia
Istilah “Scottish Enlightenment” mengacu pada filsuf moral dan ekonomi (seperti David Hume dan Adam Smith). Mereka mengeksplorasi yang menjadi dasar fungsi kelembagaan pada kebutuhan ekonomi kapitalis, yaitu aturan hukum, kepemilikan pribadi dan kebebasan untuk melakukan kesepakatan.
Austrian economics à sebuah tradisi analisis yang dimulai pada abad ke-19, sekarang mempengaruhi bisnis dan pembuat kebijakan. Berlandaskan pada :
ð  Metodologi individualism à menjelaskan fenomena ekonomi dengan tindakan atau tidak dari individu yang mencoba memperoleh informasi yang mahal dan berguna serta digunakan untuk suatu tujuan.
ð  Subjektisme à keputusan orang/persepsi dari sebuah realita oleh karena keunikan yang dimiliki, aspirasi, pengetahuan, penilaian biaya dan keuntungan, serta bertindak berdasarkan rasionalitas kepentingan pribadi.
ð  Tindakan ekonomi cenderung memiliki banyak dampak yang tidak diingankan dan diduga.
Austrian economist memusatkan bagaimana orang-orang mongkoordinir keinginan individu dan kelembagaan berkembang sehingga orang bisa lebih baik menanggulangi tercapainya tujuan pribadi mereka bahkan ketika tidak memiliki pengetahuan.
Freibuirg School di Jerman melihat, masyarakat dengan partai politik, kepentingan diri sendiri, kepentingan birokrasi dan organisasi.
Ronald Coase èpilihan ekonomi publik àkompetisi antar kelompok dan wilayah hukum menyebabkan evolusi dari masyarkat dan aturan perusahaan yang lebih ramah, seperti hak milik, proses hokum dan aturan hokum.
Evolutionary economic è fokus pada proses perubahan dan kemajuan pasar, àrestrukturisasi dan inovasi melalui persaingan, bukan pada statistik harga keseimbangan (equilibrium) yang menjadi fokus utama pada pemikiran ekonomi neoklasik. Sistem harus membiarkan individu mencoba dengan ragam, memilih dan meniru dari apa yang menurut mereka berharga/penting.


Pertanyaan diperdalam:
Apakah peran institusi selalu memfasilitasi dan menjamin agar suatu sistem perekonomian  akan berjalan dengan baik? Jika tidak, bagaimana agar institusi tersebut menjalankan perannya, perlukah kelembagaan yang berlandaskan hukum dengan konsekuensi berat ?

Andi Suryadi                                               







Konsep keadilan dalam sistem ekonomi



PENDAHULUAN
Institusi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia sehari-hari saat berinteraksi satu dengan yang lain. Perbedaan latar belakang dan kepentingan yang beragam menjadikan individu sulit untuk diprediksi tingkah laku serta motivasinya dalam berinteraksi dengan individu lainnya. Timbulnya berbagai masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar manusia dalam berinteraksi, khususnya mengenai keadilan. Permasalahan keadilan seakan menjadi topik pembicaraan yang tidak akan pernah berujung. Dewasa ini, keadilan dipahami secara sederhana dan implisit dalam kehidupan berekonomi. Jadi, menarik untuk memahami lebih jauh lagi mengenai konsep-konsep keadilan secara abstrak dan juga penting untuk meninjau praktek dan permasalahannya secara empiris dalam masyarakat.
Dalam paparan ilmiah ini akan dikaji lebih lanjut mengenai konsep-konsep keadilan, hubungannya dengan kelembagaan, permasalahan keadilan secara khusus dalam perekonomian, dan sejauh mana keadilan menciptakan aktivitas perekonomian yang sesuai dengan konsep-konsep ekonomi kelembagaan. Hal-hal tersebut tentunya menjadi pertanyaan-pertanyaan besar yang akan coba dijawab dalam kajian ilmiah ini.
PEMBAHASAN
KONSEP KEADILAN DAN EKONOMI INSTITUSI
Keadilan adalah salah satu nilai dasar utama manusia dalam menciptakan institusi sosial yang baik. Artinya, keadilan selalu berhubungan dengan berbagai nilai dasar manusia lainnya.oleh karena itu aspek-aspek yang kerapkali menjadi dasar penilaian keadilan adalah hukum, institusi, sistem sosial termasuk didalamnya perlakuan-perlakuan antar-individu dalam berinteraksi dan pengambilan keputusan. Keadilan memastikan hak-hak individu sebagai bagian dari tuntutan sosial harus dapat dipertanggungjawabkan, maka subjek utama keadilan ialah struktur dasar masyarakat dan tatanan institusi-institusi sosial.
Hak dan kewajiban manusia ini harus diatur oleh institusi-institusi yang menentukan pembagian kenikmatan serta beban sosial kehidupan dalam bermasyarakat. Institusi-institusi ini tidak boleh memihak pada salah satu nilai dasar manusia dan berdasarkan tindakan-tindakan dalam suatu situasi tertentu saja, namun institusi harus dibuat berdasarkan rangkaian sistem  aturan yang bermuara pada tujuan yakni adil dan tidak adilnya suatu keadaan yang bersifat publik. Dengan begitu, tanpa institusi yang baik akan terciptanya keadaan tidak adil dalam struktur sosial. Dapat disimpulkan bahwa ketimpangan sosial ekonomi merupakan konsep utama permasalahan keadilan dari masa ke masa, maka secara khusus hal tersebut mengarah pada istilah yang dikenal dengan keadilan sosial. Salah satu upaya mewujudkan keadilan sosial ialah mengurangi kesenjangan demi terciptanya kesejahteraan bagi kehidupan yang pada akhirnya akan membentuk kelayakan standar untuk hidup manusia sebagai makhluk sosial.
Standar hidup ini dapat diidentifikasi dari tingginya pendapatan per kapita yang merupakan dampak dari pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Dapat dimaknai bahwa keadilan adalah hasil dari suatu perjuangan. Pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah terjadi begitu saja tanpa adanya aktivitas perekonomian yang baik antar-individu melalui interaksi dan kerjasama dengan institusi sebagai pengendalinya, maka perlu analisis dampak serta pengembangan terhadap institusi. Dengan begitu, institusi akan berkontribusi besar dalam menciptakan suatu kebijakan yang bersifat adil.
CONTOH PERMASALAHAN KEADILAN
Kompas media pada tanggal 23 maret 2017  merilis suatu berita mengenai terjadinya persaingan yang tidak sehat anataroperator transportasi taksi. Konflik antara pengemudi angkutan konvensional dan berbasis aplikasi terus tejadi dimana-mana. Kurang jelasnya regulasi oleh pemerintah mengenai batas minimum dan maksimum tarif ( tarif acuan ) serta ketimpangan pendapatan menjadi penyebab utama konflik yang terjadi disejumlah daerah. Menteri perhubungan berharap dengan adanya revisi permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek yang akan berlaku pada 1 april 2017 akan memberi kepastian hukum dan melindungi angkutan konvensional dari dominasi angkutan berbasis aplikasi. Contoh masalah yang menunjukkan ketidak-adilan adalah pabrik semen di Kendeng, Pati, Jawa Tengah. Terlihat jelas tidak adanya upaya pemerintah dalam menengahi kasus ini, warga di pegunungan kendeng yang menyuarakan haknya mendapat perlawanan dari aparat, sehingga ini menjadi permasalahan moralitas, keadilan dan sistem kebijakan dari penguasa.

HUBUNGAN KONSEP KEADILAN DAN INSTITUSI EKONOMI
Menurut Joseph Stigler, selalu ada yang memperoleh manfaat dan ada pula yang menanggung beban akibat suatu aturan ekonomi (regulasi) yang ditetapkan pemerintah maupun yang tercipta dengan sendirinya dalam struktur masyarakat. De Soto juga mengemukakan sebuah pola yang disebut dengan ‘kelompok redistribusi’, dimana sumber-sumber ekonomi, modal dan kekayaan didistribusikan secara terbatas, yakni pada sekelompok orang saja. Penguasa atau pemerintah yang memiliki otoritas diasumsikan sebagai kelompok dengan kepentingan tertentu serta dan aturan-aturan hasil dari interaksi dengan kelompok-kelompok seringkali menguntungkan pihak tertentu, akan tetapi merugikan pihak lainnya. Misalnya, sistem atau regulasi yang terlalu memihak pada kapitalis ( pemilik modal) saja, sehingga tidak sejalan dengan konsep ekonomi yang mengungtungkan bagi setiap orang.
Teori mengenai redistribusi kelompok ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan teori keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls. Keadilan sosial akan menekan adanya kepentingan pribadi, sehingga menghasilakan kesepakatan yang baik dalam struktur masyarakat. Artinya, setiap individu memiliki kebebasan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dalam aktivitas perekonomian. Jelas bahwa ketimpangan ekonomi atau masalah tingkat kemerataan dan kebijakan yang cenderung memihak merupakan benang merah antara keadilan dan institusi ekonomi.
PENDAPAT
Pada dasarnya, beberapa contoh diatas menggambarkan bagaimana teori distribusi kelompok dan teori keadilan kurang diperhatikan dengan baik dalam sebuah kebijakan (regulasi). Jika sistem batas tarif diberlakukan dengan baik, maka tidak akan adanya konflik-konflik dalam cara angkutan-angkutan umum berekonomi sehingga akan terciptanya sebuah sistem yang adil, sedangkan jika pabrik semen di Kendeng tetap berlanjut, kesejahteraan mungkin tercapai bagi sekelompok orang sebagai dampak jangka pendeknya, akan tetapi dampak jangka panjangnya adalah masyarakat sekitar pegunungan akan kehilangan lahan pertanian dan sumber air bersih dari karst yang menyimpan banyak persediaan air. Dalam hal ini pemerintah cenderung menggunakan distribusi kelompok, yakni kebijakan yang selalu menguntungkan beberapa pihak saja asalkan ekonomi bertumbuh, sementara pihak lain dikorbankan dan menderita dibawah kesejahteraan sebagian kelompok.permasalahan-permasalahan keadilan tersebut menjadikan semakin menurunnya Indeks Pembangunan Indonesia (IPM) yakni pada peringkat 113 dari 188 negara sebagai akibat dari pembangunan yang tidak merata. Ketimpangan sosial, adanya si miskin dan si kaya, akses dan infrastruktur yang masih belum dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat merupakan wujud sederhana masalah keadilan dewasa ini.

Kesimpulan
Institusi ekonomi adalah sebuah sistem atau cara berekonomi yang tercipta dari kultur, budaya, nilai-nilai moral dan etika didalam masyarakat yang memfasilitasi aktivitas perekonomian dalam mewujudkan tujuannya, yakni kesejahteraan. Institusi-institusi ini akan menjadi batasan perilaku, sikap dan tindakan dalam berinteraksi dengan orang lain. Sebab, setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mencapai kesejahteraannya. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, institusi seperti kehilangan fungsinya akibat aturan-aturan yang dibuat tidak bisa menjamin hak dan kewajiban individu dapat terpenuhi. Sebagai akibatnya, terjadi ketidak-adilan sosial bagi sebagian orang. Padahal institusi dibuat bertolak dari nilai-nilai dasar kehidupan manusia, salah satunya ialah keadilan. Keadilan akan terus mempengaruhi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang lainnya. Oleh karena itu suatu institusi memiliki peran yang sangat vital dalam menciptakan aktivitas ekonomi yang bermuara pada meratanya kesejahteraan, pembangunan dan tidak ada keberpihakan dalam sebuah aturan sehingga menciptakan kegiatan ekonomi yang baik, teratur dan terkoordinasi dalam seluruh lapisan masyarakat. Dengan begitu, perekonomian yang adil akan menwujudkan hak-hak setiap individu dengan institusi sebagai landasannya.
Daftar pustaka
Kasper, wolfgang dan Manfred E. streit.1998. Institutional economics social order and public policy. Celtenham: Edward Eldgar Publishing.

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan:paradigm, teori dan kebijakan. Jakarta: Erlangga.

Erdianto, Kristian. 2017. Alasan Para Petani Kendeng Rela Mencor Kaki di Depan Istana Negara. Kompas.com, 19 maret 2017.

Intelektualitas: ancaman dan solusi harmonisasi manusia dan alam




Indonesia adalah salah satu Negara megadiversitas, yakni negara dengan keanekaragam hayati terkaya didunia. Hampir seluruh spesies yang ada dimuka bumi terdapat di Indonesia. Terlebih dari itu, Indonesia juga menjadi sumber paru-paru dunia, terdapat banyak pulau dengan hutan hujan tropis terbaik khususnya  pulau Kalimantan. Pulau yang terbagi atas lima provinsi, yakni Kalimantan bagian utara, selatan, barat, timur, dan tengah ini terkenal dengan hutan hujan tropis yang sangat asri sebagai habitat berbagai flora dan fauna endemik Indonesia. Beberapa  flora dan fauna tersebut diantaranya ialah meranti, ulin, gaharu, orang utan, bekantan yang dikenal sebagai maskot dunia fantasi di Jakarta, owa-owa dan pesut mahakam.
Selain terdapat  berbagai keanekaragaman hayati, hutan hujan tropis di Kalimantan juga menyimpan harta yang tersembunyi selama bertahun-tahun lamanya, seperti minyak, batu bara, karet, rotan dan emas. Begitu banyak harta-harta tersembunyi yang diam dibawah bumi Kalimantan dan menjadi sebuah jaminan masa depan bagi intergenerasi sebagai sebuah warisan. Dengan  konservasi alam untuk menjaga dan melindungi alam serta tidak melakukan eksploitasi yang berlebihan tanpa memikirkan intergenerasi merupakan suatu usaha untuk mewariskan sebuah kekayaan yang tidak akan pernah dapat ternilai dengan materi.
Terlepas dari kekayaan alam yang dimiliki, Kalimantan juga memiliki segudang orang-orang  dengan intelektualitas tinggi dari berbagai bidang dan beragam spesifikasi kemampuan. Selain majunya pendidikan di daerah, banyaknya muda-mudi Kalimantan yang menuntut ilmu di instansi-instansi pendidikan terkemuka baik dalam maupun luar negeri juga mendorong kualitas taraf pemikiran masyarakatnya. Kemajuan perkembangan pola pikir masyarakat yang selama ini dipandang sebagai primitif karena cenderung tinggal dikawasan hutan, begitu sangat cepat menyesuaikan dengan tuntutan globalisasi. Masyarakatnya telah hidup secara modern bahkan sangat maju sebagai akibat pembangunan dan eksploitasi sumber daya alam yang terjadi pada setiap daerah di Kalimantan.
Kemajuan pola pikir ini tidak terlepas dari sistem-sistem ekonomi yang menuntut pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Perbaikan kualitas pendidikan dan berbagai bidang lain merupakan usaha-usaha masyarakat untuk menciptakan kesejahteraan melalui terpenuhinya kebutuhan hidup, sehingga kualitas hidup layak menjadi dasar kemajuan dalam struktur sosial masyarakat.
Sistem kapitalisme memunculkan berbagai aktivitas ekonomi, industri bertebaran diseluruh penjuru dunia bahkan daerah-daerah terpencil di pulau Kalimantan pun menjadi tempat berkembangnya perindustrian. Eksploitasi hutan secara besar-besaran terus terjadi. Kehidupan lokal yang berdampingan dengan alam tergeser akibat pembangunan gedung-gedung dan prasarana untuk kepentingan eksploitasi. Keseimbangan ekosistem terancam akibat hutan yang terus-menerus dialihfungsikan menjadi pusat kepentingan manusia. Misalnya, industri sawit yang memerlukan lahan luas dan menghilangkan hutan gambut serta melakukan pembakaran yang berakibat pada emisi karbondioksida, begitu pula eksploitasi batu bara yang menggunakan zat-zat kimia berbahaya untuk pertambangan. Pertambangan batu bara dan lahan sawit di Kalimantan tumbuh menjadi suatu industri yang sangat menjanjikan bagi para kapitalis (pemilik modal), sehingga Keuntungan atau kepentingan pribadi diutamakan, kepentingan bersama berupa kelangsungan sumber daya alam diabaikan.
Hutan-hutan Kalimantan yang umumnya menjadi destinasi ekploitasi utama ialah Kalimantan Tengah dan Timur. Perusahaan besar milik asing bertebaran diseluruh penjuru kedua provinsi tersebut. Kalimantan Tengah misalnya, industri sawit dan batu bara menjadi sumber penghasilan atau mata pencaharian bagi masyarakatnya. Upah yang ditawarkan oleh perusahaan tambang batu bara sangat tinggi dan menariknya lagi ialah pembelian lahan yang menjadi titik pengeboran bahan bakar fosil ini dibeli dengan harga ratusan juta rupiah. Selain itu, industri sawit juga merupakan investasi jangka panjang yang sangat menguntungkan. Reformasi industri sudah meresap ke segala lapisan struktur masyarakat, bahkan hingga masyarakat pedalaman. Masyarakat lokal yang pada mulanya hanya bertumpuan pada rotan, karet dan berburu serta bercocok tanam untuk mencukupi kebutuhan hidupnya harus menjalani reformasi akibat aktivitas ekonomi yang berbasis hutan.
Sinergi antara manusia dan alam seakan mati dan tidak lagi harmonis seperti pada mulanya. Kesadaran manusia untuk menciptakan harmonisasi dengan alam hanyalah sebuah fiktif belaka. Sebab, semakin cerdas manusia semakin tinggi pula keegoisannya. Keuntungan pribadi, pekerjaan dan kesejahteraan hidup lah yang menjadi tujuan utama kehidupan seseorang sehingga cenderung kebanyak orang mengabaikan hal-hal sederhana berkaitan dengan hubungannya dengan alam sekitarnya. Namun disatu sisi, ada pula kelompok orang yang peduli akan permasalahan alam. Orang-orang ini terus berupaya menggalakkan konservasi dengan tujuan adanya kepedulian dan kesadaran dari kelompok yang mementingkan diri sendiri agar bisa bersinergi membangun harmonisasi manusia dengan alam. Kedua kelompok orang ini terus saling mempengaruhi satu sama lain dan hidup berdampingan, hanya pola pikir saja yang membedakan masing-masing kelompok. Oleh karena itu, harmonisasi manusia dengan alam sangat sulit dicapai apabila konflik intelektualitas manusia terus berkembang,  perlu adanya kesepahaman pandangan akan realita permasalahan yang terjadi. Maka dari itu, semua elemen struktur sosial harus mau bersinergi untuk menciptakan harmoni dengan alam dan menjadikannya sebuah ritme kehidupan dalam keseharian manusia.
Masalah-masalah lingkungan atau alam sebenarnya menitikberatkan pada pola konsumsi dan pikir masyarakat, karena kecenderungan untuk tergiur akan nominal yang ditawarkan oleh pengembang (pemilik modal) merupakan hak pribadi seseorang. Ia memiliki hak milik yang wajar jika dipertukarkan untuk mendapatkan hak milik atas hal-hal lain. Kecepatan perkembangan pola pikir manusia mengenai aktivitas perekonomian tidak akan pernah bisa dihentikan, namun yang bisa dilakukan adalah menciptakan inovasi pola pikir perekonomian dengan keuntungan yang tidak membunuh alam. Hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperbaiki relasi dengan alam, khususnya untuk masyarakat Kalimantan ialah mempertahankan alam dari eksploitasi secara besar-besaran yang dapat diwujudkan dengan tidak menjual tanah atau lahan pada kapitalis. Namun mengelola tanah tersebut agar menghasilkan sesuatu,seperti  rempah, sayuran, padi, buah-buahan dan berbagai bahan pangan yang dapat dihasilkan dengan mudah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu perlu pula adanya regulasi pemerintah yang dapat mempertahankan kestabilan harga karet dan harga-harga kebutuhan pokok, sehingga upah rill masyarakat tetap terjaga pada standar hidup layak.  Sebab, akibat dari lemahnya harga karet selalu berujung pada peralihan pekerjaan dari yang semula penyadap karet, kemudian menjadi karyawan pada perusahaan tambang. Selain itu, otoritas harus lebih mampu menekan berdirinya perusahaan-perusahaan tambang dan aktivitas industri yang menghancurkan alam, akan tetapi menjadikan hutan-hutan sebagai cagar alam dan destinasi wisata yang akan menciptakan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Dengan demikian, perekonomian yang berbasis hutan tanpa merusak alam dapat terwujudkan.

Mbhinneka lewat budaya Jawa



Andi Suryadi
Universitas Sanata Dharma

 Tuna satak, bathi sanak” adalah suatu istilah masyarakat Jawa yang memiliki arti “biar rugi sedikit, yang penting jadi saudara”. Umumnya, istilah tersebut digunakan oleh seorang pedagang keliling yang dagangannya masih tersisa sedikit, agar dagangan tersebut habis terjual, maka ia menjual dengan harga murah dibandingkan harus rugi karena tidak terjual sama sekali. Setelah terjadi tawar-menawar, pedagang pun bersedia menjual dagangannya dengan harga yang lebih  murah asalkan pelanggannya membeli semua dagangan yang tersisa. Biasanya, setelah itu akan terjadi suasana keakraban disertai dengan perbincangan hangat antara pedagang dan pembeli tentang hal-hal pribadi masing-masing, antara lain  mengenai tempat anak bersekolah dan pekerjaan suami/istri yang menggambarkan suatu keakraban hubungan yang seolah-olah telah lama terjalin diantara keduanya.
Dalam pandangan tradisi masyarakat Jawa di Yogyakarta pada zaman dulu, aktivitas ekonomi melalui perdagangan tidak hanya sebatas proses transaksi jual-beli, namun terlebih sebagai bagian dari ritme kehidupan. Interaksi yang terjalin harus menggambarkan suatu harmonisasi dalam masyarakat yang dikenal sopan dan ramah ini. Penjual dan pembeli akan saling mengikat, bukan karena seorang pedagang takut untuk tidak mendapatkan keuntungan atau pun pembeli tidak mendapat barang yang diinginkan, melainkan karena rasa takut tidak akan terjalin hubungan baik lagi antar kedua belah pihak. Semangat untuk menciptakan harmonisasi interaksi antar-individu terus berkembang, sehingga menjadikan hubungan pedagang dan penjual semakin erat tanpa harus mempermasalahkan latar belakang masing-masing. Semangat ini lah yang terus dihidupi oleh masyarakat Jawa dalam keseharian, terutama saat melakukan interaksi aktivitas ekonomi dalam masyarakat.
Seiring perkembangan zaman, istilah “tuna satak, bathi sanak” perlahan-lahan mulai luntur dan seolah trkubur didasar laut atlantik, sudah sangat jarang sekali terdengar, tidak lagi digunakan dalam keseharian masyarakat di Yogyakarta. Inter-generasi saat ini, yaitu kalangan mahasiswa dan pelajar bahkan benar-benar buta akan istilah “tuna satak, bathi sanak” dan menjadi begitu sangat asing ditelinga mereka. Wajar jika dikatakan kemajemukkan dan perkembangan tatanan masyarakat tanpa sadar telah mengubah makna istilah “tuna satak, bathi sanak” menjadi “biar tidak menjadi saudara, asalkan bisa mendapatkan keuntungan”. Orang berlomba-lomba mencari keuntungan dengan mengabaikan sesamanya, kesejahteraan pribadi adalah tujuan utama dalam melakukan kegiatan ekonomi. Secara perlahan kebiasaan-kebiasaan atau perilaku seperti inilah yang menjadi akar dari intoleransi, pertikaian atau konflik dan perpecahan dalam masyarakat yang kita kenal sebagai permasalahan kebhinekaan. Sebab, tiap-tiap individu lupa bahwa manusia merupakan dari anak Adam dan Hawa yang memiliki hak serta kewajiban setara dengan manusia lainnya. Masing-masing orang memiliki hak untuk hidup layak, aman, damai, bebas untuk menentukan yang baik bagi dirinya dengan pertimbangan dampak baik dan tidak mengganggu hak orang lain sesuai dengan moral yang berlaku didalam masyarakat.
Masalah kebhinekaan sebenarnya lahir dari hal-hal sederhana dalam tatanan struktur sosial yang semakin hari terus mengalami perubahan, sehingga mengangkat masalah perbedaan latarbelakang, persepsi, budaya dan tradisi ke permukaan arus kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, jika seorang wisatawan baik domestik maupun mancanegara berkunjung ke Yogyakarta, biasanya para wisatawan akan membeli buah tangan, seringkali ditemui beberapa oknum pedagang cenderung akan mematok harga diatas rata-rata dibandingkan ketika harus menjual pada warga lokal. Hal ini bisa terjadi karena adanya peluang dan kesempatan, oknum pedagang melihat latarbelakang yang berbeda, sehingga pelanggannya tidak akan mengetahui jika harga yang ditawarkan dibawah pasaran rata-rata dan pedagang tersebut memperoleh keuntungan yang lebih. Dalam kasus lain, misalnya sekarang di Yogyakarta banyak sekali kos-kosan yang tidak menerima non-muslim dan oknum-oknum intoleran yang gencar untuk melakukan diskriminasi serta mengusik rumah-rumah ibadah tertentu. Begitu pula permasalahan pilkada di Jakarta yang ditunggangi kepentingan-kepentingan tertentu, kemudian mengaitkannya dengan agama, ras, suku serta kebudayaan sehingga mempengaruhi berbagai daerah lainnya. Sederhananya, beberapa contoh permasalahan tersebut memiliki pola yang sama, yakni terlepas dari ritme kehidupan semangat untuk menciptakan suasana persaudaraan dalam suatu kemajemukkan. Semangat untuk hidup berdampingan sebagai saudara tergeser karena orang-orang terlalu fokus pada perbedaan dan melihatnya sebagai masalah. Keuntungan pribadi maupun golongan atau yang lebih sering dikenal dengan perilaku oportunistik  menjadi dorongan dasar seseorang untuk melakukan interaksi dengan orang lain.Orang-orang lupa untuk menganggap sekitarnya sebagai saudara, namun cenderung menganggap orang lain sebagai kompetitornya.
Yogyakarta merupakan kota yang terkenal sopan dan ramah dengan segala adat serta kebudayaannya yang sangat kental. Kota ikonik yang menjadi pusat pendidikan dan juga merupakan destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan mancanegara maupun domestik. Tentunya segala sesuatu yang ada didalam tatanan sosial masyarakat Yogyakarta akan menjadi pusat perhatian bagi banyak orang. Perilaku dan sikap masyarakat di Yogyakarta harus mampu memenuhi tuntutan sosial sebagai cerminan kehidupan masyarakat yang ramah dan sopan serta paling toleran. Dengan begitu siapapun yang berkunjung ke Yogyakarta akan membawa sesuatu yang melekat dalam dirinya, yakni sikap dan perlakuan yang diterimanya setelah kembali ke daerah asalnya. Oleh karenanya, menjadi sangat untuk menciptakan fondasi kebhinekaan yang dapat memenuhi tuntutan sosial tersebut. Memang terdengar sangat mustahil jika dengan menghidupi kembali istilah sederhana “Tuna satak bathi sanak” dapat menjadi solusi dari masalah multikultural yang mulai bermunculan di Yogyakarta. Namun, perlu dimaknai bahwa istilah ini bukan hanya sekedar ungkapan seorang pedagang belaka, melaikan semangat menciptakan relasi atau hubungan yang baik dalam keseharian  dan juga sebagai bagian dari ritme kehidupan struktur masyarakat Yogyakarta yang sangat kompleks dengan segala keberagamannya. Ketika seseorang menganggap orang lain sebagai saudara, maka perbedaan latarbelakang, budaya, ras, suku dan agama tidak akan menjadi penghalang yang berarti dalam interaksi sosial.

Semangat persaudaraan “tuna satak, bathi sanak” ini kiranya menjadi motor penggerak sikap dan perilaku dalam bertindak dalam masyarakat. Seluruh lapisan struktur masyarakat di Yogyakarta harus benar-benar memahami makna istilah ini secara komprehensif, baik orang-orang dewasa, maupun muda dituntut mampu mencerminkannya dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Masalah perbedaan tidak akan dilihat sebagai sebuah perbedaan jika setiap orang saling mengikat dalam hubungan persaudaraan. Ketika setiap orang telah terikat dalam hubungan persaudaraan, maka kebhinekaan yang sesungguhnya sedang dibangun dari dalam diri masing-masing orang tersebut. Tidak akan ada konflik atau perpecahan, tetapi orang akan saling mengasihi, menghargai dan menjaga satu sama lain sebagai seorang saudara.
Sikap hidup seperti ini tentunya akan mati apabila tidak ada yang berusaha menghidupkannya. Tiga atau lima tahun lagi semangat ini akan benar-benar mati dan seolah-olah tidak pernah ada dalam tradisi masyarakat Jawa. Tongkat estafet harus diberikan kepada orang-orang yang masih mampu dan kuat untuk berlari membawanya. Semangat persaudaraan yang terkandung dalam istilah “tuna satak, bathi sanak” harus terus hidup didalam diri orang-orang yang secara khusus berdomisili di Yogyakarta. Sebab, Yogyakarta adalah cerminan keberagaman Indonesia, terdapat berbagai latarbelakang ras, suku kebudayaan, dan agama yang akan selalu berinteraksi setiap harinya. Daerah lain akan melihat bahwa Yogyakarta adalah cerminan kebhinekaan, karena tidak ada lagi orang yang melihat perbedaan sebagai suatu masalah melainkan keunikan dan kemajemukkan dalam ikatan persaudaraan yang berlandaskan prinsip sederhana, yakni mementingkan persaudaraan daripada sebuah keuntungan pribadi.